saintgeorgesflushing – PT Bukit Asam Tbk (PTBA), emiten batu bara plat merah, merayakan hari jadi ke-44 pada Selasa (28 Mei 2024) dengan mengukuhkan komitmen transformasi menuju energi hijau. Di tengah tekanan global untuk mengurangi emisi, perusahaan BUMN ini mengakselerasi proyek strategis, mulai dari gasifikasi batu bara hingga pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Apung berkapasitas 200 MW.
Langkah Strategis: Dari Batu Bara ke Energi Bersih
Direktur Utama PTBA, Arsal Ismail, menyatakan bahwa peringatan HUT kali ini menjadi momentum percepatan dekarbonisasi. “Kami tidak hanya mengoptimalkan batu bara ramah lingkungan, tetapi juga membangun ekosistem energi terbarukan yang terintegrasi,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta.
Dua proyek unggulan yang sedang digarap adalah:
- Gasifikasi Batu Bara di Tanjung Enim: Proyek senilai US$1,2 miliar ini bertujuan mengkonversi batu bara kalori rendah menjadi dimethyl ether (DME) sebagai substitusi elpiji. Pabrik berkapasitas 1,4 juta ton per tahun ini ditargetkan beroperasi pada 2026.
- PLTS Apung Terbesar di Asia Tenggara: Dibangun di Danau Singkarak, Sumatera Barat, PLTS berkapasitas 200 MW ini akan memasok listrik untuk industri lokal dan ekspor ke Singapura via kabel bawah laut.
Teknologi Gasifikasi: Solusi atau Tantangan?
Proyek gasifikasi PTBA mendapat sorotan karena dinilai sebagai solusi transisi energi yang kontroversial. Meski emisi CO₂-nya 30% lebih rendah dibanding pembakaran batu bara konvensional, aktivis lingkungan seperti Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) khawatir proyek ini memperpanjang ketergantungan pada bahan bakar fosil.
“Gasifikasi bukan solusi akhir. Pemerintah harus lebih serius mengalokasikan dana untuk energi surya atau angin,” kritik Direktur Eksekutif WALHI, Nur Hidayati.
Di sisi lain, Kementerian ESDM mendukung inisiatif PTBA sebagai bagian dari peta jalan transisi energi. “Gasifikasi adalah jembatan menuju ekonomi rendah karbon, terutama untuk substitusi energi di sektor rumah tangga,” kata Plt. Dirjen Minerba, Bambin Susianto.
PLTS Apung: Sinergi dengan Alam dan Ekonomi Lokal
PLTS Apung Danau Singkarak tidak hanya menjadi proyek energi, tetapi juga dirancang untuk menjaga ekosistem perairan. Panel surya yang dipasang di atas rakit terapung dilengkapi teknologi tracking system yang mengurangi penguapan air danau hingga 15%.
“Ini win-win solution. Masyarakat sekitar juga akan dilibatkan dalam perawatan infrastruktur,” ujar Manajer Proyek PLTS PTBA, Rudi Hartono. Sebanyak 1.200 rumah di Kabupaten Solok telah mendapat akses listrik dari fase pertama proyek ini.
Dukungan Pendanaan dan Risiko Investasi
PTBA mengalokasikan anggaran Rp7,2 triliun pada 2024 untuk proyek energi hijau, dengan 45% dananya berasal dari pinjaman sindikasi bank BUMN. Namun, analis pasar modal memperingatkan risiko over-leverage akibat tingginya biaya teknologi.
“Tantangan utama adalah margin profitabilitas yang masih rendah di sektor EBT. Investor perlu melihat skema insentif pemerintah yang jelas,” kata Reza Priyambada, analis PT Sinergi Sekuritas.
Roadmap 2030: Target Emisi Nol Bersih
PTBA menargetkan penurunan emisi karbon sebesar 50% pada 2030 dan mencapai net-zero emission pada 2060. Untuk itu, perusahaan akan memensiunkan 3 tambang batu bara tradisional pada 2027 dan meningkatkan porsi EBT dalam portofolio bisnis menjadi 25% pada 2030.
“Kami sedang menjajaki kerja sama dengan perusahaan teknologi Jerman untuk pengembangan green hydrogen berbasis PLTS,” tambah Arsal.
Harapan dan Tantangan ke Depan
Di usia 44 tahun, transformasi PTBA menjadi green energy company diuji oleh kompleksitas teknologi, tekanan finansial, dan dinamika regulasi. Kolaborasi erat dengan pemerintah, swasta, dan komunitas lokal akan menjadi kunci keberhasilan transisi ini. Jika berjalan sesuai rencana, langkah PTBA bisa menjadi referensi bagi BUMN sektor energi lainnya di Asia Tenggara.