saintgeorgesflushing – Amnesty International Indonesia melaporkan bahwa sebanyak 579 orang menjadi korban kekerasan oleh aparat kepolisian selama unjuk rasa menolak revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang berlangsung di berbagai kota di Indonesia. Unjuk rasa yang berlangsung dari 22 hingga 29 Agustus 2024 ini melibatkan ribuan demonstran yang menuntut agar revisi UU Pilkada yang dianggap bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dibatalkan.
Menurut Usman, perwakilan Amnesty International Indonesia, seluruh kekerasan tersebut terjadi saat polisi menghadapi unjuk rasa menolak revisi UU Pilkada. “Kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian ini sangat disayangkan dan tidak seharusnya terjadi,” ujar Usman dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta pada hari ini.
Unjuk rasa yang berlangsung di 14 kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Surabaya, dan Medan, ini diwarnai dengan berbagai bentuk kekerasan oleh aparat kepolisian. Para demonstran yang terdiri dari mahasiswa, pelajar, dan elemen masyarakat sipil menuntut agar revisi UU Pilkada yang dianggap membuka jalan bagi politik dinasti dan manipulasi pemilu dibatalkan.
Amnesty International Indonesia juga mencatat bahwa selain kekerasan fisik, banyak demonstran yang ditangkap dan diintimidasi oleh aparat kepolisian. “Sebanyak 344 orang mengalami penangkapan dan intimidasi selama unjuk rasa berlangsung,” tambah Usman.
Kekerasan yang terjadi selama unjuk rasa ini juga menimbulkan korban di kalangan jurnalis dan petugas medis yang sedang menjalankan tugasnya. “Ada beberapa jurnalis dan petugas medis yang menjadi korban kekerasan oleh aparat kepolisian,” ujar Usman.
Amnesty International Indonesia mendesak agar pemerintah segera melakukan investigasi independen terhadap tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian selama unjuk rasa berlangsung. “Kami mendesak agar ada pertanggungjawaban dan reformasi di tubuh kepolisian untuk mencegah terulangnya kekerasan serupa di masa depan,” tegas Usman.
Selain itu, Amnesty International Indonesia juga meminta agar revisi UU Pilkada yang dianggap bertentangan dengan putusan MK segera dibatalkan. “Revisi UU Pilkada ini harus dibatalkan agar demokrasi di Indonesia tetap terjaga dan tidak ada manipulasi dalam pemilu kepala daerah,” pungkas Usman.
Dengan adanya laporan ini, diharapkan ada perhatian serius dari pemerintah dan pihak berwenang untuk segera mengambil langkah-langkah konkret dalam menyelesaikan masalah ini dan memastikan hak-hak demonstran serta masyarakat sipil tetap terlindungi.