ancaman-supremasi-sipil-ruu-tni-memicu-aksi-massa-di-dpr-5-000-personel-bersiaga

saintgeorgesflushing – Pemerintah dan DPR menghadapi gelombang protes dari ribuan massa yang memadati Kompleks Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hari ini. Aksi ini muncul sebagai respons atas pembahasan Rancangan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) yang memuat pasal-pasal kontroversial. Sebanyak 5.000 personel gabungan dari Polri, TNI, dan Satpol PP bersiaga ketat untuk mengamankan lokasi demonstrasi.

Pemicu Aksi Massa

Koalisi masyarakat sipil dan organisasi hak asasi manusia (HAM) menilai RUU TNI berpotensi mengancam supremasi sipil. Pasal-pasal seperti keterlibatan TNI dalam penanganan bencana non-militer dan operasi keamanan dalam negeri menjadi sorotan utama. “RUU ini membuka jalan bagi militer untuk kembali masuk ke ranah politik. Kami menolak langkah mundur reformasi TNI,” tegas Koordinator Aksi dari Aliansi Demokrasi.

Kesiapan Aparat Keamanan

Kepolisian Daerah Metro Jaya menerjunkan 3.200 personel bersenjata alat pengendalian massa (crowd control), sementara TNI mengerahkan 1.500 personel untuk mengamankan perimeter Gedung DPR. Satpol PP menyiapkan 300 anggota tambahan guna mengantisipasi kerusuhan. “Kami memprioritaskan dialog, tetapi akan bertindak tegas jika ada provokasi atau pelanggaran hukum,” jelas Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol.

Respons Legislator dan Pemerintah

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi menegaskan bahwa pembahasan RUU TNI masih terbuka untuk masukan publik. “Pemerintah dan DPR tidak akan mengabaikan prinsip civilian supremacy. Setiap pasal akan kami evaluasi sesuai konstitusi,” ujarnya. Namun, kelompok demonstran menuntut DPR menghentikan pembahasan RUU hingga ada revisi substansial.

Dukungan dan Kritik dari Organisasi HAM

KontraS (Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan) menyatakan bahwa RUU TNI mengancam transparansi akuntabilitas militer. “Pelebaran peran TNI dalam urusan sipil berisiko memunculkan praktik impunitas seperti era Orde Baru,” papar Direktur KontraS. Di sisi lain, mantan Panglima TNI membela draf RUU dengan alasan modernisasi institusi militer.

Logistik dan Persiapan Massa

Panitia demonstrasi mengklaim telah mendatangkan lebih dari 2.500 peserta dari berbagai kota. Mereka membagikan masker, air mineral, serta membangun posko kesehatan darurat. Sejumlah akademisi dan aktivis muda juga turut menyampaikan orasi politik di depan barisan aparat keamanan.

Analisis Pakar Kebijakan Publik

Pengamat kebijakan pertahanan dari Universitas Indonesia, menekankan pentingnya keseimbangan antara modernisasi militer dan prinsip demokrasi. “Pemerintah perlu memperjelas batas kewenangan TNI dalam RUU ini. Ambiguitas akan memicu resistensi publik,” katanya.

Dampak pada Aktivitas Warga

Petugas kepolisian mengalihkan arus lalu lintas di sekitar Jalan Gatot Subroto dan Senayan sejak pagi hari. Sejumlah kantor dan pusat perbelanjaan di kawasan tersebut memberlakukan kerja work from home (WFH) untuk karyawan.

Aksi ini menjadi ujian bagi pemerintah dalam menjembatani kepentingan reformasi militer dan tekanan publik. Dengan tensi tinggi antara massa dan aparat, semua pihak berharap proses demonstrasi berjalan damai tanpa kekerasan.