saintgeorgesflushing – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar luar negeri (non-deliverable forward/NDF) anjlok ke level Rp17.025 per dolar AS, mencatat rekor terlemah sejak November 2023. Pelemahan ini dipicu sentimen negatif global dan kekhawatiran atas tekanan inflasi di dalam negeri, meskipun Bank Indonesia (BI) menyatakan kondisi pasar domestik masih terkendali.
Penyebab Pelemahan: Kombinasi Faktor Global dan Domestik
Analis mencatat, rupiah tertekan oleh beberapa faktor:
- Pembalikan Arus Modal Asing: Investor asing menarik dana senilai Rp8,2 triliun dari pasar saham dan surat utang Indonesia dalam tiga hari terakhir, menyusul kenaikan imbal hasil (yield) obligasi AS 10-tahun ke level 4,5%.
- Kekuatan Dolar AS: The Fed mengisyaratkan penundaan pemotongan suku bunga akibat inflasi AS yang membandel. Indeks DXY (pengukur kekuatan dolar) melonjak 1,2% pekan ini.
- Ketegangan Timur Tengah: Eskalasi konflik Iran-Israel memicu risk-off sentiment, mendorong investor ke aset safe-haven seperti dolar.
Di sisi domestik, defisit neraca perdagangan April 2024 yang mencapai USD1,3 miliar turut membebani rupiah. “Kenaikan impor bahan baku industri menjelang Lebaran memperparah tekanan,” ujar Wisnu Wardana, ekonom Bank CIMB Niaga.
Respons Bank Indonesia: Intervensi Terbatas dan Optimisme
Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan pihaknya telah melakukan intervensi di pasar spot dan DNDF untuk mengurangi volatilitas. “Di pasar domestik, rupiah masih bertahan di Rp16.400–Rp16.600. Pelemahan di NFD tidak sepenuhnya mencerminkan fundamental Indonesia,” tegasnya.
BI memperkirakan tekanan akan mereda seiring stabilisasi harga komoditas dan penguatan neraca pembayaran pasca-Lebaran. Hingga pukul 15.00 WIB, rupiah di pasar domestik ditutup di Rp16.580/USD, melemah 0,8% dari pekan sebelumnya.
Dampak ke Pelaku Usaha dan Masyarakat
Pelemahan rupiah berpotensi memicu:
- Kenaikan Harga Impor: Bahan baku farmasi dan elektronik diperkirakan naik 5–10% dalam sebulan.
- Beban Utang Luar Negeri: Pemerintah harus mengalokasikan lebih banyak anggaran untuk pembayaran utang USD yang jatuh tempo.
- Inflasi Terkendali? Kepala BPS Margo Yuwono menyatakan inflasi Mei diproyeksi 0,3% (month-to-month), namun kenaikan harga BBM berisiko mengubah skenario.
Pelaku UMKM seperti Arief (pengusaha tekstil) mengeluh: “Biaya impor kain meningkat, tapi kami tak bisa menaikkan harga jual karena daya beli masyarakat masih rendah.”
Perbandingan dengan Mata Uang Negara Lain
Pelemahan rupiah sejalan dengan tren regional, meski lebih dalam:
- Ringgit Malaysia: Melemah 1,1% ke level 4,78/USD.
- Baht Thailand: Turun 0,9% ke 36,80/USD.
- Peso Filipina: Anjlok 1,4% ke 57,40/USD.
Proyeksi ke Depan: Apakah Rupiah Akan Pulih?
Analis memprediksi rupiah akan bergerak dalam kisaran Rp16.300–Rp16.800/USD hingga Juni 2024, tergantung pada:
- Kebijakan BI mempertahankan suku bunga acuan di 6,0%.
- Perbaikan neraca perdagangan pasca-ekspor komoditas puncak.
- Respons pemerintah menghadapi gejolak harga energi global.
Seperti kata ekonom David Sumual, “Rupiah masih punya amunisi dari cadangan devisa USD136 miliar. BI punya ruang untuk stabilkan pasar, tapi faktor eksternal tetap kunci.” Masyarakat diimbau tak panik, namun waspada terhadap risiko kenaikan harga barang impor.